Tuesday, December 28, 2010

DIKLAT RUANG PMR SMALSA 11-12


Materi diklat ruang

Peserta memenuhi halaman SMA Al-Islam 1 Surakarta

Kelompok Oranye in action

Trio Macan!?

Pake sragam olga (olahraga)

Panitia "Jaket Coklat" narsooo

Penuh warna

Praktek ET (Evakuasi Transportasi)

Narso meneh

Tuesday, December 21, 2010

Diksar Relawan BSMI Jogja

Ahad, 19 Desember 2010        08:00 WIB
Rumah Sakit Ibu & Anak (RSIA) Sakina Idaman, Yogyakarta
Pendidikan Dasar Relawan Bulan Sabit Merah Indonesia Provinsi DIY Angkatan 2010
Bulan Sabit Merah Indonesia (BSMI) Yogyakarta mengadakan diksar relawan angkatan 2010 sebagai langkah awal pengkokohan organisasi. Alhamdulillah dalam event ini penulis turut ambil bagian dari sekitar 98 ikhwan-akhwat yang bergabung dalam diksar ini, demi memperdalam ilmu serta mewujudkan cita-cita sebagai the real volunteer.

BSMI yang secara nasional baru berdiri tahun 2002 ini sudah mendirikan beberapa cabang di seluruh provinsi nusantara, termasuk BSMI Yogya yang berdiri pada 2005. Beragam core (program kerja) telah dicanangkan dan dilakukan. BSMI mulai berkontribusi bagi negara pada bencana tsunami Aceh (2004) hingga bencana nasional beberapa waktu lalu di Mentawai, Wasior, dan Merapi (2010). Dengan slogan Care For Life, BSMI siap menjadi lembaga kemanusiaan berbasis Islam dan bekerja untuk sesama umat manusia tanpa membeda-bedakan suku, agama, dan ras.

Dalam diksar kali ini dihadirkan beberapa pembicara untuk menyampaikan materi diksar, yakni:
-Muhammad Djazuli Ambari (Perwakilan BSMI Pusat)
-dr. Khairul Anwar (DinKes DIY)
-dr. Arief Basuki (Ketua BSMI Surabaya)
-Adi Bitjantara (Ketua JPMI Jateng)
-dr. Bambang Edi (Ketua BSMI Yogya)

Acara diawali dengan pembacaan ayat suci Al-Qur'an kemudian pembukaan, dan dilanjutkan dengan materi Kemanusiaan yang disampaikan M. Djazuli Ambari. Beliau mewakili dr. Basuki Supartono Sp.OT MARS (Ketua Umum BSMI Pusat) yang tengah mendampingi atlet nasional di Guang Zhou, China. Beliau mengawali materi dengan sebuah hadist pesan Rasulullah pada umatnya untuk senantiasa mengingat mati. Point pertama inilah yang beliau berikan pada calon relawan, hendaknya selalu ingat mati! Kemudian beliau menuturkan berbagai data & fakta tentang besarnya potensi bencana nasional di tanah Indonesia, sehingga kesiapsiagaan adalah mutlak bagi para relawan. Beliau pun mengambil nash ayat-ayat Al-Qur'an yang menyatakan bahwa bencana sebenarnya tidak datang dengan sendirinya, namun merupakan akibat dari perbuatan penghuninya. Di akhir materi, beliau berpesan pada relawan BSMI untuk selalu SMILE dalam setiap mengemban tugas amanah. Mau tau apa itu SMILE??? Senang hati, Motivasi, Ikhlas, Legowo, dan Energik!

Di sesi kedua dihadirkan tiga pemateri sekaligus, yakni dr. Khairul Anwar; dr. Arief Basuki; serta Mas Adi Bitjantara. dr. Khairul mengawali materi dengan keorganisasian medis saat tanggap bencana, khususnya saat bencana Merapi yang menimpa Yogya beberapa waktu lalu. Dilanjutkan dengan dr. Arief Basuki yang menerangkan prosedural detail proses tanggap darurat bencana nasional. Sesi ini kemudian diakhiri dengan sharing pengalaman bersama Mas Adi, lulusan desain ITB yang mengaku telah berbakti menjadi relawan sejak 1986. Beliau pun bercerita akan suka-duka menjadi relawan, pengorbanan dan ketabahan istri beliau, hingga fenomena aneh yang menunjukkan kebesaran Allah di tanah bencana. Beliau mengakhiri ulasan dengan sebuah pesan, "Bekal utama untuk menghadap Allah adalah apa yang telah kita berikan, bukan yang telah kita dapatkan".

Di sesi materi terakhir diisi oleh dr. Bambang Edi yang memperkenalkan secara gamblang apa itu BSMI, terutama BSMI YOgya. Beliau menuturkan bahwa lambang bulan sabit merah merupakan salah satu lambang kemanusiaan yang diakui di dunia, yang mulai diperjuangkan keeksisannya sejak peperangan Kerajaan Turki Utsmani (Ottoman) dengan bangsa Rusia. Konon lambang bulan sabit merah dipakai sejak zaman Nabi. Simbol ini terilhami pada bayangan bulan sabit yang tergambar di atas kubangan darah para syahid usai peperangan. Di sesi ini pun beliau menjelaskan prinsip BSMI, hubungan dengan PMI, langkah awal upaya pembentukan rekan PMR, yakni BSMR (Bulan Sabit Merah Remaja) hingga dokumen hukum sahnya BSMI bergerak di Indonesia. Dengan 9 prinsip yang diemban, yakni Keikhlasan, Amanah, Profesionalitas, Kemanusiaan, Kesamaan, Kenetralan, Kemandirian, Kesatuan, dan Kesemestaan; BSMI siap bekerja demi sesama umat manusia.

Diksar pun diakhiri dengan pelantikan relawan tahap 1 angkatan 2010 dengan simbolisasi pemasangan pin berlogokan BSMI, kemudian dilanjutkan dengan foto bersama BSMI angkatan 2010.

Bulan Sabit Merah Indonesia, Care For Life

Friday, December 17, 2010

What is a trainer?

I wrote this essay as a requirement to become a member of TC KOPMA UGM (Trainer Community) 

Belakangan ini istilah “trainer” marak diperbincangkan khalayak umum, terutama di bidang pendidikan. Istilah ini bahkan menggeser istilah yang sebelumnya ada seperti pendamping, penyuluh, motivator, dan fasilitator. Beragam program yang mengatasnamakan “trainer” seperti ESQ (Emotional Spiritual Quotient), NLP (Neuro Linguistic Programming), dan AOT (Aktivasi Otak Tengah), kian menjadikan istilah “trainer” sebagai primadona bagi sekelompok orang yang ahli dalam psikologi pendidikan semacam itu. Apakah hanya mereka yang disebut sebagai seorang “trainer”? Sejatinya seperti apakah trainer itu?

Kata “trainer” diambil dari bahasa Inggris yang berarti pelatih, atau pendidik. Schwarz dalam bukunya, The IAF Handbook of Group Facilitation: Best Practice from the Leading Organization in Facilitation (2005), menekankan bahwa tugas utama trainer adalah membantu kelompok untuk meningkatkan efektivitas dengan cara memperbaiki proses dan struktur. Proses mengacu pada bagaimana kelompok bekerja, semisal bagaimana mereka bicara satu sama lain (berkomunikasi), bagaimana membuat keputusan ataupun mengelola konflik. Sementara, struktur mengacu pada proses yang stabil dan berulang seperti pembagian peran dalam kelompok. Singkatnya, trainer adalah orang yang membantu anggota kelompok untuk saling berinteraksi secara nyaman, konstruktif, dan kolaboratif sehingga kelompok dapat mencapai tujuannya. Untuk itu semua, seperti ditekankan Kaner (Facilitator’s Guide to Participatory Decision Making, 2007), trainer mesti netral dalam isi (content-neutral). Artinya, senantiasa memberikan materi tersirat sarat makna (misal dalam suatu permainan) dan selalu menghargai apa yang diungkapkan kelompok.
  
Sementara menurut penulis pribadi, yang pantas dikatakan sebagai trainer adalah seseorang yang mampu mendidik sekaligus menempa suatu kelompok demi tercapainya tujuan kelompok tersebut (sebagai educator), seseorang yang mampu membangkitkan gairah dan semangat suatu kelompok dalam mengarungi perjalanan menuju cita-cita (sebagai motivator), serta seseorang yang berdedikasi tinggi terhadap kemajuan anggota kelompok yang diampunya (sebagai fasilitator).
 
Seorang guru sanggar tari dapat dikatakan sebagai seorang trainer jika ia benar-benar mendidik, menempa, memotivasi, dan berdedikasi dalam mengasah muridnya untuk berprestasi di bidang seni tari. Seorang kakak pun dapat dikatakan sebagai trainer bagi adiknya, mana kala sang kakak mampu memberikan pengetahuan dan meningkatkan rasa keingintahuan sang adik. Jadi bukan hanya mereka yang ahli dalam ESQ, NLP, atau AOT saja yang disebut trainer, bahkan bisa jadi mereka pun tidak pantas disebut seorang trainer. Intinya menurut penulis, trainer adalah kombinasi apik antara peran sebagai guru (educator), pemotivasi (motivator), dan pendamping (fasilitator) sekaligus. Bagaimana menurut Anda? Setujukah dengan saya?

08:28 Pagi cerah awal Tahun Baru Hijriyah 1432 H (Selasa, 07 Desember 2010)
Lintang Wisesa Atissalam (NAK: 10865)